Melihat Wacana tentang BPJS Syari’ah dari Sudut Pandang Lain



Mendengar kabar bahwa pemerintah akan menerbitkan BPJS Syari’ah adalah hal yang menggembirakan bagi masyarakat muslim di Indonesia, khususnya bagi saya. Berita ini muncul di laman daring Republika Online kemarin (http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-ekonomi/15/08/04/nsjv2d361-bpjs-akhirnya-hadirkan-program-syariah). Ditambah lagi, pemerintah sudah menggebrak langkah awal dengan akan diterbitkannya formulir BPJS Syariah untuk masyarakat (http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-ekonomi/15/08/04/nsjwol349-bpjs-siap-sediakan-formulir-syariah-untuk-masyarakat). Berkat inisiasi MUI, wacana tentang penerbitan BPJS Syari’ah ini akhirnya digulirkan oleh pemerintah. 

Saya tak menampik bahwa tak semua teman-teman muslim setuju dengan penerapan BPJS Syari’ah ini, namun paling tidak dengan adanya BPJS syari’ah, maka kaum muslim yang lebih berorientasi pada sistem syari’ah dapat memiliki pilihan yang bervariatif dan sesuai dengan keyakinan mereka. Saya juga tak heran bila ada banyak protes dan sikap sinis dimana-mana tentang BPJS Syari’ah ini dan saya juga memaklumi. Pun bila BPJS Syari’ah ini tak segera diberlakukan, saya tak berkeberatan, karena pada dasarnya memang program BPJS (BPJS Konvensional) ini baru seumuran jagung dan masih memiliki banyak kekurangan disana-sini yang tentunya perlu pemerintah selesaikan, ambil contoh seperti pada masalah defisit anggaran mereka yang sampai sekarang mencapai 6 triliun rupiah (http://finance.detik.com/read/2015/08/04/145712/2982958/5/bpjs-kesehatan-tanggung-defisit-rp-6-triliun-sampai-akhir-2015). Bisa dikatakan bahwa para pengkritik BPJS Syari’ah menyayangkan kenapa wacana pembentukan BPJS Syari’ah ini digadang terlalu terburu-buru sedangkan yang konvensional saja belum sempurna. Saya juga setuju bahwa kalaupun nanti BPJS Syari’ah mesti diterbitkan, akan lebih elok bila BPJS Konvensional disempurnakan dahulu. 

Namun fakta yang tak bisa dihindarkan adalah memang kita butuh memberikan kaum muslim di Indonesia variasi/pilihan terhadap layanan yang ia ikuti, karena pada dasarnya islam sangat concern terhadap seluruh aspek kehidupan manusia; dari masalah ibadah sampai dengan bisnis/berdagang. Dalam  islam, seorang muslim hendaknya menjalankan seluruh urusan hidup berdasarkan tuntunan agama; akidahnya benar, akhlaknya benar, muamalahnya benar dan bahkan berniaga/berbisnis-pun juga harus benar atau sesuai dengan tuntunan islam. Maka tiadalah salah kalau pemerintah memfasilitasi umat muslim untuk menjalankan apa yang mereka yakini.
Kabar gembira lainnya yang saya dapat adalah bahwa pengelolaan BPJS Syari’ah ini nantinya akan dilakukan oleh bank-bank syari’ah di Indonesia:


“Program itu dihadirkan agar masyarakat bisa memilih saja. Kita mungkin bisa menyimpan dananya di Bank Syariah dan mengelola sesuai syariat Islam," kata Fahmi saat konferensi pers di OJK Jakarta, Selasa (4/8). (Republika Online, 4 Agustus 2015. BPJS Akhirnya Hadirkan Program Syariah).

Saya juga sangat setuju dengan usulan ini. Bukannya saya tak percaya dengan MUI. Namun, secara kredibilitas dan kualitas manajemen, saya rasa bank syari’ah lebih “reliable” ketimbang MUI. Mungkin saja suatu saat MUI dapat mengemban amanah untuk mengelola program BPJS Syari’ah bila mereka sudah dapat memperbaiki kinerjanya (terutama masalah transparansi dan manajemen mereka termasuk masalah label halal). Saya juga kurang setuju bahwa program BPJS Syari’ah ini adalah proyek bisnis terselubung MUI. Saya yakin MUI adalah institusi yang kredibel dalam menetapkan suatu fatwa/keputusan. Karena apa yang dikeluarkan MUI akan berdampak sangat luas bagi seluruh kaum muslim di Indonesia, dalam hal ini saya rasa konyol bila mereka rela mempertaruhkan kredibilitas mereka demi bisnis semata. Tak adanya protes dari MUI terhadap keputusan pemerintah yang lebih memilih bank syari’ah ketimbang MUI dalam hal pengelolaan dana BPJS Syari’ah adalah bentuk nyata dari keikhlasan institusi ini.

Bagi kaum muslim tentunya kita memang harus lebih bersabar akan datangnya BPJS Syari’ah. Berdasarkan sejarah, bahkan bergulirnya wacana pembentukan bank syari’ah-pun di Indonesia membutuhkan waktu yang panjang. Coba kita tilik dari sejarah pembentukan perbankan syari’ah. Bank syari’ah baru memiliki payung hukum di Indonesia pada tahun 1992 (dan baru sempurna ditahun 2008 dengan terbitnya UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah), jauh setelah bank-bank konvensional di Indonesia beroperasi selama bertahun-tahun dalam mengelola dana masyarakat (http://www.bi.go.id/id/perbankan/syariah/Documents/UU_21_08_Syariah.pdf). oleh karenanya, melihat fakta diatas, BPJS Syari’ah memang dipandang perlu, namun proses yang bertahap juga mesti dikedepankan. Semoga langkah-langkah pemerintah untuk mewujudkan BPJS Syariah dapat berjalan dengan lancar, aamiin ya rabbal a’lamiin.

Referensi:

Bank Indonesia. ____ . Perbankan Syariah – Bank Indonesia, [pdf], (http://www.bi.go.id/id/perbankan/syariah/Documents/UU_21_08_Syariah.pdf, diakses tanggal 4 Agustus 2015).

Rachmat Kusuma, Dewi., 2015, BPJS Kesehatan Tanggung Defisit Rp 6 Triliun sampai Akhir 2015, [online], (http://finance.detik.com/read/2015/08/04/145712/2982958/5/bpjs-kesehatan-tanggung-defisit-rp-6-triliun-sampai-akhir-2015, diakses tanggal 4 Agustus 2015).

Septiyaningsih, Iit., 2015, BPJS Siap Sediakan Formulir Syari’ah untuk Masyarakat, [online], (http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-ekonomi/15/08/04/nsjwol349-bpjs-siap-sediakan-formulir-syariah-untuk-masyarakat, diakses tanggal 4 Agustus 2015).

C02. 2015. BPJS Akhirnya Hadirkan Program Syariah, [online], (http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-ekonomi/15/08/04/nsjv2d361-bpjs-akhirnya-hadirkan-program-syariah, diakses tanggal 4 Agustus 2015).


Comments

Popular Posts