Cerita Panjang Pembuatan Kamus Bahasa Lampung – Indonesia – Inggris


Selamat siang semuanya. Sudah lama saya tidak menulis di blog saya lagi dan ini adalah pertama kalinya saya menulis lagi setelah terakhir menulis di blog sekitar menjelang akhir tahun 2017 yang lalu. Kali ini saya ingin menceritakan perjalanan panjang saya dalam membuat kamus Bahasa Lampung – Indonesia – Inggris saya yang sudah saya gagas sejak tahun 2013 silam atau tepatnya sekarang sudah masuk tahun ke-5, Alhamdulillah!


Gambar 1. Proses pembuatan kamusku di tahun 2018

Sebelum masuk ke inti cerita, ada baiknya bagi saya untuk menjelaskan kenapa saya harus membuat cerita pembuatan kamus ini. Sebenarnya sih, setengahnya adalah iseng juga, karena ada efek lama sudah tidak menulis jadinya pengen nulis aja, hehe. Tapi setengahnya lagi adalah memang dikarenakan adanya niatan yang kuat untuk mendokumentasikan proses perjalanan pembuatan kamus ini yang dari sudut pandang saya pribadi amatlah penting. Bagi saya, perjalanan pembuatan kamus ini seperti perjalanan hidup yang bisa dibilang cukup menantang dan berkesan, sehingga perlu bagi saya untuk bisa membacanya suatu saat nanti dan siapa tahu, bisa menceriterakan ulang ke orang lain (sebenarnya mau ngomong “menceriterakan ulang ke anak cucu” sih, tapi takut kedengaran lebay, hehe). Cerita perjalanan pembuatan kamus ini akan saya buat dalam bentuk cerita bersambung, jadi bakal kayak sinetron gitu yang ada episode-episodenya weka weka! So, let’s begin this story, then!

Awal Mula

Sebenarnya di awal tidak pernah kepikiran untuk membuat kamus ini, sama sekali gak pernah! Pikir saya sih, buat apa bikin kamus ginian lagi, kan kamus Bahasa Lampung – Indonesia udah bejibun di mana-mana; baik yang berbentuk cetak maupun elektronik sejenis pdf dan lain-lain. Tapi akhirnya ide itu muncul juga ketika di tahun 2013-an saya dapat tugas kuliah membuat kamus Bahasa Lampung – Inggris dari dosen makul Translation IV. Dosen saya minta kamusnya dibuat di perangkat Microsoft Excel (sayang banget file orisinil Microsoft Excel-nya entah sudah saya buang ke mana) dan dikumpul melalui email. Jadi sih kamusnya walau masih sangat-sangat banyak banget kekurangannya terutama dari entri atau kosakatanya, terbatas banget, mengingat ini adalah tugas kuliahan kilat, bukan project penelitian gitu-gitu, jadi ya bisa dibilang asal jadi lah waktu itu.

Tapi tetiba kepikiran untuk melanjutkan kamus ini walau setelah itu makul ini selesai di semester itu dan udah dapat nilai (dapet A dooong, hahaha). Kenapa kepikiran melanjutkan? Alasannya sih jujur banyak, but I reckoned some important reasons at that time:

Belum banyak kamus digital Bahasa Lampung, yang cetak banyak tapi menurut saya sih penting untuk punya bentuk digital-nya apa lagi dengan bentuk software soalnya perkembangan jaman udah menuntut hal yang beginian harus ada.

- Setelah diteliti-teliti sebenarnya dialek dalam Bahasa Lampung itu gak melulu soal dialek A dan O, tapi juga ada variasi bahasa dalam setiap dialeknya. Contoh: Walaupun Lampung Pesisir Barat, Liwa, Krui, Kota Agung dan Kalianda rata-rata menggunakan dialek A, namun mereka memiliki variasi yang berbeda baik dalam pelafalan huruf maupun jenis kosakatanya. Di Krui misalnya, kata “ganta” yang dalam bahasa Indonesia artinya “sekarang” ternyata di Kalianda (tempat di mana saya berasal) lebih memilih untuk mengakatan “Gatta” (huruf “N”-nya dihilangkan) walaupun artinya tetap sama yaitu “sekarang” dalam Bahasa Indonesia, dan orang Krui – Kalianda sama-sama menggunakan dialek A.


Nah, fenomena lingustik seperti ini menurut saya belum pernah dijamah dan digali oleh para pembuat kamus Bahasa Lampung saat ini. Ada kecenderungan untuk men-generalisasi variasi dialek dalam dialek A Bahasa Lampung dan menurut saya sih itu gak tepat karena kita menyingkirkan suatu fakta bahwa di dalam dialek A itu sendiri sebenarnya juga masih banyak variasi. Mungkin saya harus mengutip tesis kak Kristian Adiputra untuk bagian ini karena dari tulisan beliau saya jadi paham banget tentang adanya variasi dialek A dalam bahasa Lampung, ada banyak supported hypothesis di sana.

Belum banyak kamus Bahasa Lampung yang menyertakan versi Bahasa Inggris-nya. Mungkin ada, cuman mungkin saya-nya yang kurang tahu, tapi menurut saya, masih minim dan perlu disempurnakan lagi.

Menurut saya sih, walaupun kata orang-orang dan teman-teman saya dulu ini adalah proyek “kurang kerjaan”, saya tetap yakin bahwa kamus ini penting. Setidaknya bisa melengkapi apa yang kurang dari kamus-kamus Bahasa Lampung yang sudah ada, and I am eager for social project. Jadi kalau di rangkum, itulah awal mula kenapa pembuatan kamus ini ada dan apa aja sih alasannya sehingga saya termotivasi untuk melanjutkan tugas kuliah ini.

Latar Belakang Pribadi

Saya tinggal di Lampung Selatan, tepatnya di salah satu desa kecil dekat gunung Rajabasa. Bisa dibilang di daerah saya, penutur Bahasa Lampung dialek A-nya masih banyak. Orang-orang mengenal kami sebagai “Orang Lampung Kalianda” atau “Orang Lampung Pesisir”. Rata-rata orang Lampung Kalianda/Pesisir adalah penutur dialek A. Di rumah, saya dan keluarga masih menggunakan Bahasa Lampung sebagai bahasa keseharian begitupun dengan orang-orang di lingkungan saya (bisa dibilang kami adalah penutur dialek A garis keras! Hahaha). Secara sederhana saya bisa dibilang masih penutur asli. Tapi, ada satu fenomena sosial di lingkungan saya juga yang membuat saya merasa harus adanya suatu pendokumentasian Bahasa Lampung, apa itu? Ternyata semakin hari semakin banyak anak-anak di lingkungan saya yang sudah tidak lancar lagi berbahasa Lampung walaupun mereka adalah generasi Lampung asli (ke dua orang tuanya adalah orang Lampung).

Ada banyak faktor sebenarnya tapi yang paling membuat saya miris adalah adanya pergeseran persepsi sosial di masyarakat saya bahwa memiliki anak yang masih menggunakan Bahasa Lampung adalah simbol “keterbelakangan”. Jadilah orang tua-orang tua itu (terutama orang tua yang masih “muda”) memilih anaknya bertutur Bahasa Indonesia sejak dini (sejak mereka belajar berbahasa/berbicara) terlepas sebenarnya mereka sebagai orang tua adalah generasi Lampung asli dan masih lancar menggunakan Bahasa Lampung di rumah (sudah ada artikel saya yang mengulas tentang hal ini, berikut tautannya: BAHASA LAMPUNG DAN DUKUNGAN PEMERINTAH)

Sebenarnya kemunduran ini masih bisa diatasi oleh proses alami di lingkungan mereka sendiri. Sebagai contoh, walaupun sang anak diajari hanya berbahasa Indonesia saja di rumah, namun anak ini tetap bisa berbahasa Lampung - walau tidak terlalu lancar – melalui proses mendengarkan percakapan orang tuanya di rumah yang masih menggunakan Bahasa Lampung sebagai bahasa utama dalam berkomunikasi. Proses alami ke dua adalah melalui lingkungan sang anak sendiri, karena terlepas anak tersebut hanya bisa berbahasa Indonesia, namun karena lingkungannya masih terdapat anak-anak yang masih menuturkan Bahasa Lampung sebagai bahasa komunikasi utama, hal ini memaksa sang anak untuk bisa berbahasa Lampung (adaptasi bahasa) agar dia bisa diterima sepenuhnya oleh teman sebayanya. Tapi lagi-lagi menurut saya, hal ini juga belum cukup.

[bersambung]
    

Comments

Popular Posts