Senyummu Itu Banyak Arti...
Heh, siapa bilang aku lupa? Tega
sekali kamu bilang aku lupa. Jangan mengkhayal kamu, aku tak bakal lupa, titik!
Jangan lanjutkan pertanyaan polosmu itu.
Tidak ada yang aneh dari
ketidaklupaanku itu bukan? Sama sekali tidak. Kamu tahu, menerjemahkan isyarat
wajah itu tak mudah, walau itu hanya sekedar ekspresi nan sederhana,
sesederhana senyummu yang kau berikan tiga tahun yang lalu kepadaku.
kenapa senyum itu mesti diingat?
Bukankah senyuman itu ekspresi yang wajar, ibu-ibupun bisa saja tersenyum
padaku kalau dia merasa dia perlu tersenyum, kenapa senyummu jadi tak
terlupakan? Memangnya ada senyum yang spesial? Memangnya ada makna lain dari
segurat senyuman polos dan lugu seperti yang kau miliki? Entahlah, rasanya
melupakan senyum polosmu adalah dosa bagiku, dan itu yang selalu ku ingat
hingga saat ini.
Baiklah, berikan aku sedikit waktu
untuk mendeskripsikan arti senyummu bagiku. Masih ingat, tiga tahun yang lalu
kita bertemu, kau nampak sangat polos, kau lebih banyak menunduk bila bertemu
diriku, walau sudah saling kenal, namun kita masih enggan saling menyapa bila
kita perpapasan dijalan. Tahu bagaimana caramu menyapa aku? Ya lewat senyummu.
Dari senyummu aku tahu kamu
menyapaku, walau bibir tipismu tak bergerak untuk mengutarakan kata-kata, namun
senyummu cukup mewakili semuanya. Bahwa senyummu coba menegaskan “Hei kak, aku
disini, selamat pagi, apa kabar”, kira-kira begitu kata-kata yang aku tangkap
dari senyummu. Aku membalas senyum, lalu pergi begitu saja, entah apa yang ingin
aku ucapkan namun senyum balasan itu ku rasa lebih dari cukup untuk mengatakan
“Terima kasih telah menyapaku pagi ini”.
Kamu tahu, lagi-lagi kamu juga hanya
bisa tersenyum bila kamu sedang marah. Aku terlambat datang menepati janji
untuk bertemu denganmu saat istirahat tiba, aku meminta ma’af atas
keterlambatanku, kamu membalasnya hanya dengan senyuman dan setelahnya kamu mengalihkan
pembicaraan dengah berkata “oh ya, kakak bla-bla-bla”, pasti begitu.
Senyummu mengurangi rasa bersalahku,
tadinya aku khawatir bila kamu akan marah ketika aku bilang ma’af karna
terlambat, tetapi karna kamu hanya tersenyum, cemasku hilang seketika, seperti
tak pernah melakukan kesalahan kepadamu. Sebenarnya, aku merasa rugi karna aku
hanya bisa melihat kamu tersenyum, aku tak tahu apakah kamu sedang marah,
kecewa, jengkel, atau malah merasa biasa saja atas kesalahanku, tapi yang
jelas, aku bahagia saat itu.
Oya, ingat tidak, malamnya kamu
meneleponku. Aku sebenarnya sudah ngantuk, jam dinding dikamarku sudah
mengarahkan jarumnya kepukul 12 malam, tapi tiba-tiba handphone-ku berdering,
kuraih, dan kulihat, itu nama kontakmu, ada apa? Apa baru mau memarahiku atas
keterlambatanku tadi siang? Ya tuhan, aku dalam masalah besar gumamku. Sedikit
bodoh sebenarnya, hampir tak mungkin kamu melakukannya, namun bila dihadapkan
denganmu aku selalu was-was. Ku angkat telepon itu.
Ternyata bukan, syukurlah....
Ternyata kamu ingin menceritakan
sesuatu, tentang keluargamu. Nampaknya kamu sangat serius, nada bicaramu
ditelepon sangat datar, namun tersirat bahwa kamu sedang sedih, ada apa? Oh,
kamu rindu bunda? Dia masih jauh disana, belum kembali, sangat ingin memeluknya,
bercerita tentang keluh kesahmu kepadanya, segalanya..
Sebenarnya, aku belajar banyak
darimu, karna pada kenyataannya...... dibalik senyummu yang polos dan lugu itu
tersimpan banyak makna, aku menelisiknya ternyata ada rindu yang membuncah
kepada sosok yang amat kamu cintai...
Aku iri kepadamu, sungguh, kepada
senyummu, kamu bisa sekuat itu menyimpan penderitaan rindu dibalik senyum
polosmu, senyum yang saat itu aku gambarkan sebagai senyum terindah, senyum
yang akan aku kenang sebagai senyum kasih kepada orang tercinta nun jauh
disana.. tak terasa aku jadi ikut menitikkan air mata, hebat, aku ini
laki-laki, kenapa bisa menangis? Ah, bukan berarti tidak boleh menangis, tapi
kenapa bisa seharu ini? Kau membawakanku cerita yang membuat aku menjadi dirimu,
mengalami penderitaanmu.
Paginya, aku menemuimu, waktu itu langit
agak mendung, cuacanya agak suram. Aku menundukkan wajah ketika kamu datang,
aku ragu melihat wajahmu, aku yakin kamu pasti masih sedih, dan aku rasa itu
hal yang wajar. Tapi... tunggu, kamu tersenyum, sangat ceria, kenapa? Apa sudah
tak sedih lagi? Apa bunda sudah kembali? Apa kamu sudah bisa mengatasi rasa
rindumu? Apa karna kamu bahagia setelah aku mau mendengar ceritamu tadi malam,
atau....
Ternyata bukan, semua prediksiku
salah, bukan karna semua itu kau lantas tersenyum lagi, tapi karna memang
itulah dirimu, bagimu, senyuman adalah ungkapan semuanya, semuanya.
Bagimu, senyuman bukan hanya gestur
kebahagiaan, senyuman adalah bahasa jiwa, pewakil dari setiap perasaan, aku
kagum, aku baru tahu ternyata makna senyum itu universal, ia bisa direkatkan
kesetiap perasaan, dan orang yang memberitahuku tentang itu adalah kamu... ya
kamu.
Hei.. biarkan aku membalas senyummu,
aku tersenyum karna aku kagum akan ketegaranmu, lebih dari itu izinkanlah
senyumku ini menjadi tanda bahwa aku menyayangimu, sungguh, aku ingin selalu
melihat senyuman itu setiap hari, setiap kita jumpa, walau jauh, walah
terlampau lama, biarkanlah senyummu ada, aku cinta kamu..
Ehm, tersenyumlah saat ini, kita
sudah tiga tahun tak berjumpa, namun ku harap pertanyaan itu takkan pernah
terucap lagi dari bibirmu, karna saat ini aku sudah memberi jawabannya.
12 September 2012.
Cerpen ini bersudut pandang orang keduakah, Kak?
ReplyDeletesudut pandang orang pertama... ^__^
ReplyDeleteIjin kutip beberapa kata :)
ReplyDeleteIya silakan..
DeleteIzin mengutip beberapa kata juga ya. Bagus banget ceritanya...
ReplyDeleteSilakan.... :)
Delete